MODEL PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI

 MODEL-MODEL PEMBELAJARAN PENJAS

Model Pembelajaran Penjas Model pembelajaran (models of teaching) dalam konteks pendidikan jasmani lebih banyak berkembang berdasarkan orientasi dan model kurikulumnya. Dalam hal ini, model pembelajaran lebih sering dilihat sebagai pilihan guru untuk melihat manfaat dari pendidikan jasmani terhadap siswa, atau lebih sering disebut sebagai orientasi. Di bawah ini diuraikan beberapa model pembelajaran, sebatas untuk dipahami perbedaan antara satu dengan lainnya.

  1. Model Pendidikan Gerak (Movement Education)

Pendidikan gerak atau movement education, menekankan kurikulumnya pada penguasaan konsep gerak. Di Amerika Serikat, program pendidikan gerak mulai berkembang sejak tahun 1960-an, yang pelaksanaannya didasarkan pada karya Rudolph Laban. Kerangka kerja program Laban ini meliputi konsep kesadaran tubuh (apa yang dilakukan tubuh), konsep usaha (bagaimana tubuh bergerak), konsep ruang (di mana tubuh bergerak), dan konsep keterhubungan (hubungan apa yang terjadi). Masing-masing konsep tersebut, merupakan panduan untuk dimanfaatkan manakala anak harus bergerak, sehingga gerakan anak bermakna dalam keseluruhan konsep tersebut. Dari setiap aspek gerak di atas, tujuan dan kegiatan belajar dirancang dengan memanfaatkan pendekatan gaya mengajar pemecahan masalah, penemuan terbimbing, dan eksploratori (Logsdon et al., 1984).  Menurutnya, dalam model pendidikan gerak ini, siswa akan didorong untuk mampu menganalisis tahapan gerakan ketika menggiring bola basket (misalnya) dan menemukan posisi yang tepat ketika berada dalam permainan. Steinhardt (1992), mengutip Nichols, telah mengusulkan suatu kurikulum terpadu (integrated curriculum) yang mengajarkan pada siswa hubungan antara gerak yang dipelajari dengan berbagai kegiatan pendidikan jasmani. Dalam pengembangan kurikulum pendidikan gerak, keseluruhan konsep itu dimanfaatkan dan dielaborasi, serta menjadi wahana bagi anak untuk mengeksplorasi kemampuan geraknya. Termasuk, jika ke dalam kurikulum tersebut dimasukkan beberapa orientasi kecabangan olahraga seperti senam atau permainan, bahkan dansa sekalipun. Di bawah ini akan diuraikan ruang lingkup kurikulum pendidikan gerak yang diorientasikan melalui permainan kependidikan dan senam kependidikan.

Jewet dan Bain (1985) menyatakan bahwa model pendidikan gerak telah dikritik dalam hal tidak ditemukannya klaim tentang transfer belajar dan juga mengakibatkan menurunnya waktu aktif bergerak yang disebabkan oleh penekanan berlebihan pada pengajaran konsep gerak. Kritik lain telah mengajukan lemahnya bukti empiris untuk mendukung praktek penggunaan gaya pengajaran penemuan untuk mengajarkan keterampilan berolahraga (Dauer and Pangrazi, 1992; Siedentop, 1980).

Analisis sasaran, model ini mengarah pada aspek kognitif. Karena pada model ini siswa ditekankan pada penguasaan konsep geraknya. Kelebihan dari model ini yaitu melatih daya pikir siswa untuk berfikir kreatif dan menambah pengetahuan siswa. Kelemahannya yaitu dalam hal tidak ditemukannya klaim tentang transfer belajar dan juga mengakibatkan menurunnya waktu aktif bergerak yang disebabkan oleh penekanan berlebihan pada pengajaran konsep gerak serta lemahnya bukti empiris untuk mendukung praktek penggunaan gaya pengajaran penemuan untuk mengajarkan keterampilan berolahraga.

  • Model Pendidikan Kebugaran (Fitness Education)

Salah satu literatur yang banyak membahas tentang pendidikan Jasmani orientasi model kebugaran adalah Physical Education for Lifelong Fitness(AAHPERD). Buku ini mendeskripsikan model pembelajaran pendidikan jasmani dari perspektif health-related fitness education (Steinhard, 1992). Model ini memiliki pandangan bahwa para siswa dapat membangun tubuh yang sehat dan memiliki gaya hidup aktif dengan cara melakukan aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-harinya. Namun kenyataan tersebut tidak mungkin dicapai tanpa adanya usaha karena sebagian besar anak dan remaja tidak memiliki kebiasaan hidup aktif secara teratur dan aktivitas fisiknya menurun secara drastis setelah dewasa. Untuk itu, program penjas di sekolah harus membantu para siswa untuk tetap aktif sepanjang hidupnya. Kesempatan membantu para siswa untuk tetap aktif sepanjang hidupnya menurut model ini masih tetap terbuka sepanjang merujuk pada alasan individu melakukan aktivitas fisik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa alasan individu melakukan aktivitas fisik adalah (1) aktivitas fisik meyenangkan, (2) dapat dilakukan rame-rame, (3) dapat meningkatkan keterampilan, (4) dapat memelihara bentuk tubuh, dan (5) nampak lebih baik. Beberapa alasan individu melakukan aktivitas fisik tersebut harus menjadi dasar dalam menerapkan model kebugaran ini.

Analisis sasaran, model ini mengarah pada aspek psikomotor. Karena model pembelajarannya melakukan aktivitas fisik setiap harinya. Kelebihan model ini yaitu aktivitas fisik meyenangkan, dapat dilakukan rame-rame, dapat meningkatkan keterampilan, dapat memelihara bentuk tubuh. Kelemahannya yaitu siswa kurang mengetahui tentang penguasaan materinya.

  • Model Pendidikan Olahraga (Sport Education)

Sport education yang sebelumnya diberi nama play education (Jewett dan Bain 1985) dikembangkan oleh Siedentop (1995). Model ini berorientasi pada nilai rujukan Disciplinary Mastery (penguasaan materi), dan merujuk pada model kurikulum Sport Socialization. Siedentop banyak membahas model ini dalam bukunya yang berjudul Quality PE Through Positive Sport Experiences: Sport Education. Beliau mengatakan bahwa bukunya merupakan model kurikulum dalam pembelajaran penjas. Inspirasi yang melandasi munculnya model ini terkait dengan kenyataan bahwa olahraga merupakan salah satu materi penjas yang banyak digunakan oleh para guru penjas dan siswapun senang melakukannya, namun di sisi lain ia melihat bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks penjas sering tidak lengkap dan tidak sesuai diberikan kepada siswa karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sering terabaikan.

Para guru lebih senang mengajarkan teknik-teknik olahraga yang sering terpisah dari suasana permainan sebenarnya. Atau, jika pun melakukan permainan, permainan tersebut lebih sering tidak sesuai dengan tingkat kemampuan anak sehingga kehilangan nilai-nilai keolahragaannya. Akibatnya, pelajaran permainan itupun tidak memberikan pengalaman yang lengkap pada anak dalam berolahraga. Dalam pandangan Siedentop, pembelajaran demikian tidak sesuai dengan konsep praktek yang seirama dengan perkembangan (developmentally appropriate practices/DAP). Bahkan dalam kenyataannya, untuk sebagian besar siswa, cara seperti ini kurang menyenangkan dan kurang melibatkan siswa secara aktif karena kemampuannya yang belum memadai. Model sport education diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas.

Analisis sasaran, model sport education mengarah pada aspek kognitif karena model ini berorientasi pada nilai atau penguasaan materi. Kelebihan model ini adalah siswa mengetahui materi tentang olahraga dengan baik sehingga olahraga bisa diakukan sesuai konsepnya. Kelemahannya yaitu kurangnya ketrampilan siswa dalam model ini.

  • Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Davidson dan Warsham “Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berefektifitas yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik”. Slavin menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen”. Jadi dalam model pembelajaran kooperatif ini, siswa bekerja sama dengan kelompoknya untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Dengan begitu siswa akan bertanggung jawab atas belajarnya sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan pada mereka.

Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta pengembangan keterampilan sosial. Johnson & Johnson menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.

Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

1)      Siswa dalam kelompok bekerja sama menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

2)      Kelompok dibentuk secara heterogen.

3)      Penghargaan lebih diberikan kepada kelompok, bukan kepada individu.

Analisis sasaran, model ini mengarah pada aspek afektif karena siswa diajarkan untuk diskusi dan kerjasama dalam kelompok. Kelebihannya yaitu siswa dapat berkomunikasi, saling berbagi ilmu, saling menyampaikan pendapat, dan saling menghargai pendapat teman sekelompoknya. siswa dapat berkomunikasi, siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran, siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, meningkatkan ingatan siswa, dan meningkatkan kepuasan siswa terhadap materi pembelajaran. Kelemahannya yaitu jika ada siswa yang kurang berani maka ia tidak mampu mengikuti pelajaran dengan baik.

  • Model Pendekatan Taktis

Pendekatan taktis mendorong siswa untuk memecahkan masalah taktik dalam permainan. Masalah ini pada hakikatnya berkenaan dengan peberapan keterampilan teknik dalam situasi permainan. Dengan demikian siswa makin memahami kaitan antara teknik dan taktik. Keuntungan lainnya, pendekatan ini tepat untuk mengajarkan keterampilan bermain sesuai dengan keinginan siswa. Tujuan utama dari pendekatan taktis dalam pengajaran permainan adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep bermain.

            Pendekatan taktik bermain membantu memikirkan guru untuk menguji kembali pandangan filosofis mereka pada pendidikan bermain. Model mengajar ini memungkinkan siswa untuk menyadari keterkaitan antara bermain dan peningkatan penampilan bermain mereka. (Subroto 2001 : 4) menjelaskan tentang tujuan pendekatan taktis secara spesifik yaitu untuk meningkatkan kesadaran siswa tentang konsep bermain melalui penerapan teknik yang tepat sesuai dengan masalah atau situasi dalam permainan.

            Model pembelajaran permainan taktikal menggunakan minat siswa dalam suatu struktur permainan untuk mempromosikan pengembangan keterampilan dan pengetahuan taktikal yang diperlukan untuk penampilan permainan. Sedangkan pembelajaran masuk ke dalam alam pikir siswa, sehingga terbentuk struktur pengetahuan tertentu. Pembelajaran pendekatan taktikal dalam pendidikan jasmani adalah bagian dari pembelajaran kognitif.

            Dalam strategi pembelajaran pendekatan taktis yaitu lebih menekankan pada konsep game-drill-game. Game yaitu bermain, siswa dituntut untuk bermain dengan konsep-konsep yang yang diberikan oleh guru dan memahami tentang permainan itu. Drill yaitu pengulangan, guru harus lebih teliti melihat permainan siswanya dan apabila terjadi kesalahan dalam tugas gerak maka guru menghentikan pembelajaran dan memberikan contoh gerakan yang benar kemudian siswa melakuakn tugas gerak. Kemudian game yaitu bermain, setelah melakukan pengulangan atau drill siswa kembali melakukan permainan dengan perubahan tugas gerak yang telah dilakukan pada tugas drill. Pembelajaran melalui model pembelajaran pendekatan taktis membiasakan siswa untuk melatih kognitif, afektif, dan psikomotor.

            Pembelajaran taktikal mengutamakan pada pemanfaatan “masalah-masalah taktikal” sebagai perantara dan tujuan pembelajaran. Guru harus mampu menunjukan masalah-masalah taktis yang diperlukan dalam situasi bermain. Sedangkan bagi siswa, sangat penting untuk mengenali posisi bermain di lapangan secara benar, pilihan-pilihan gerak yang mungkin dilakukan, dan situasi-situasi bermain yang dihadapi siswa.

Analisis sasaran, model ini mengarah pada aspek kognitif karena siswa dituntut menemukan sendiri alasan-alasan yang melandasi gerak dan penampilannya. Kelebihannya yaitu siswa terlibat aktif dalam posisi bermain dilapangan secara benar. Kelemahannya yaitu bahwa keterampilan teknik dasar diajarkan kepada siswa sebelum siswa mampu memahami keterkaitan atau relevansi teknik-teknik dasar tersebut dengan penerapannya di dalam permainan yang sebenarnya.

  • Model Inkuiry

Model pembelajaran inkuiri diciptakan oleh Suchman (1962) dengan alasan ingin memberikan perhatian dalam membantu siswa menyelidiki secara independen, namun dalam suatu cara yang teratur. Ia menginginkan agar siswa menanyakan mengapa sesuatu peristiwa itu terjadi, memperoleh dan mengolah data secara logis, dan agar siswa mengembangkan strategi intelektual mereka untuk mendapatkan sesuatu yang baru. Inkuiri adalah suatu pencarian makna yang mensyaratkan seseorang untuk melakukan sejumlah operasi intektual untuk menciptakan pengalaman. Pada prinsipnya model inkuiri merupakan model yang menekankan pembelajaran yang berpusat pada siswa di samping juga pada guru, dan yang terutama dalam model inkuiri adalah siswa didorong untuk terlibat secara aktif dalam menyelesaikan suatu topik permasalahan hingga sampai pada suatu kesimpulan. Latihan inkuiri dapat diberikan pada setiap tingkatan umur (mulai dari Taman Kanak-kanak dan seterusnya), namun tentunya dengan tingkat kesulitan masalah yang berbeda.

Dari pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model inkuiri dirancang untuk mengajak siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah dengan waktu yang relatif singkat. Inkuiri tidak hanya mengembangkan kemampuan intelektual tetapi seluruh potensi yang ada, termasuk pengembangan emosional.

Analisis sasaran, mengarah pada aspek kognitif karena siswa mampu memecahkan permasalahan sampai kesimpulan. Kelebihannya yaitu siswa mampu mengembangkan kemampuan intelektual, termasuk pengembangan emosional. Kelemahannya yaitu siswa hanya diajarkan untuk berfikir yang logis dan tidak menambah ketrampilan siswa.

  • Direct Instruction/ Model Pengajaran Langsung

Guru adalah model yang baik dan harus sangat menguasai materi yang diberikan kepada siswa. Adalah sebuah kesalahan ketika menempatkan guru sebagai dewa yang tidak pernah salah. Cara ini akan sangat baik ketika tingkat penguasaan guru terhadap materi, siswa, lingkungan, skenario sangat-sangat “exelence”.

Arti mengajar bagai guru dan belajar bagi siswa. a) Bagi guru: Guru adalah sumber utama dari semua perencanaan yang ada, Guru menentukan isi, tempat, aktivitas belajar dan peningkatan pembelajaran, Guru harus dapat mentranser ilmu dengan efektif dan efisien, Guru harus dapat memanfaatkan semua sumber yang ada untuk terlaksananya proses belajar, Guru disamping merencanakan juga merupakan pelaksana dari perencanaan yang diimplementasikan kepada siswa. b) Bagi siswa: Siswa belajar dari hal yang mudah ke sukar, sederhana ke komplek, Siswa harus dengan jelas mengerti tugas yang menjadi bahan ajar dan dipelajari termasuk kreteria keberhasilan, Belajar merupakan konsekuensi yang akan ada “reward”, Siswa membutuhkan banyak bantuan dalam mempelajari bahan yang dipelajari, Dalam belajar siswa berhak untuk mendapatkan umpan balik agar terjadi proses belajar dengan benar.

Analisis sasaran mengarah pada aspek kognitif karena Siswa harus dengan jelas mengerti tugas yang menjadi bahan ajar dan dipelajari termasuk kreteria keberhasilan. Kelebihannya yaitu siswa mampu menguasai materinya dengan baik. Kelemahannya siswa menjadi kurang kreatif karena narasumber berdasarkan guru. Jadi guru yang menguasai materi yang kemudian diajarkan ke siswa

  • Model Tanggung Jawab Pribadi dan Sosial

 Model Hellison

Salah satu model pembelajaran pendidikan jasmani yang termasuk dalam katagori model rekonstruksi social adalah model Hellison, (1995), yang berjudul Teaching Responsibility Through Physical Activity.

Pembelajaran pendidikan jasmani dalam model ini lebih menekankan pada kesejahteraan individu secara total, pendekatannya lebih berorientasi pada siswa, yaitu self-actualization dan social reconstruction. Steinhart mengatakannya sebagai model humanistic. Model pembelajaran pendidikan jasmani dari Hellison ini diberi nama level of affective development.

Tujuan model Hellison ini adalah meningkatkan perkembangan personal dan responsibility siswa dari irresponsibility, self control, involvement, self direction dan caring melalui berbagai aktivitas pengalaman belajar gerak sesuai kurikulum yang berlaku. Hellison dalam bukunya ini mengungkap beberapa bukti keberhasilan modelnya dalam mengatasi masalah pribadi dan sosial siswa. Namun demikian Ia juga menyadari akan beberapa kritik yang dilontarkan terhadap modelnya ini misalnya produk social dan personal dari model ini walaupun penting namun tidak berhubungan secara spesifik dengan subjek mater pendidikan jasmani seperti keterampilan olahraga atau kebugaran tetapi bersifat umum berlaku juga pada pelajaran lain.

Model Helison ini sering digunakan untuk membina disiplin siswa (self-responsibility) untuk itu model ini sering digunakan pada sekolah-sekolah yang bermasalah dengan disiplin siswanya. Hellison mempunyai pandangan bahwa: perubahan perasaan, sikap, emosional, dan tanggung jawab sangat mungkin terjadi melalui penjas, namun tidak terjadi dengan sendirinya. Perubahan ini sangat mungkin terjadi manakala penjas direncanakan dan dicontohkan dengan baik dengan merefleksikan qualitas yang diinginkan. Potensi ini diperkuat oleh keyakinan Hellison bahwa siswa secara alami berkeinginan untuk melakukan sesuatu yang baik dan penghargaan ekstrinsik adalah “counter productive”.

Melalui model ini guru berharap bahwa siswa berpartisipasi dan menyenangi aktivitas untuk kepentingannya sendiri dan bukannya untuk mendapatkan penghargaan ekstrinsik. Fair play dalam penjas akan direfleksikan dalam kehidupannya sehari-hari. Oleh karena itu pada dasarnya model Hellison ini dibuat untuk membantu siswa mengerti dan berlatih rasa tanggung jawab pribadi (self-responsibility) melalui pendidikan jasmani.

B.        Model Canter’s Asertif

Selain model Hellison sebagaimana tersebut di atas, terdapat model lain dalam pendidikan jasmani yang sering digunakan secara terintegrasi untuk mengembangkan disiplin siswa dengan strategi yang relative sama, yaitu model disiplin assertif. Model ini dikembangkan oleh Canter (1976). Ia membuat model pembinaan disiplin dengan nama Canter’s Assertive Discipline.

Perbedaan model yang dikembangkan oleh Hellison dan Canter terutama terletak pada motivasi yang dijadikan landasan untuk mengembangkan didiplin siswa. Model Hellison lebih menekankan pada motivasi intrinsic yang dilandasi pada keyakinan bahwa: siswa secara alami berkeinginan untuk melakukan sesuatu yang baik dan penghargaan ekstrinsik adalah “counter productive”. Sementara itu, model Canter lebih menekankan pada motivasi ekstrinsik, seperti penghargaan, pujian, dan dorongan, termasuk konsekuensi.

Analisis sasaran mengarah pada aspek afektif karena siswa berorientasi pada self-actualization dan social reconstruction. Kelebihannya siswa mampu mengembangkan sikap tanggung jawab, disiplin, dan berperilaku baik. Kelemahannya yaitu siswa kurang memiliki penguasaan pengetahuan dan keterampilan.

Daftar pustaka

http://pendidikanjasmani13.blogspot.co.id/2014/06/model-model-pembelajaran-penjas.html

Tahapan Belajar Fase Kognitif

TAHAPAN KOGNITIF

(Cognitive stage)

Istilah “kognitif” merujuk pada kemampuan berpikir dan memahami sesuatu. Sebelum melakukan suatu keterampilan gerak, tentunya seseorang harus memiliki konsep yang benar tentang gerakan tersebut. Pada tahapan kognitif akan terjadi proses pengolahan informasi. Terjadinya proses belajar gerak, karena adanya rangsangan eksternal (respon) yang diterima oleh indera penglihatan, pendengaran, rasa kinestesis. Selanjutnya oleh indera tersebut diteruskan ke sistem syaraf pusat yang akan diproses dan ditafsirkan serta disimpan dalam memori jangka pendek (short term memory), selanjutnya masuk pada penyimpanan jangka panjang (long term memory) lalu diterjemahkan dalam bentuk gerakan.

Proses pengolahan informasi gerak dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Proses Pengolahan Informasi. Sumber:RobertNSinger,TheLearningOfMotorSkills(NewYork:McMillanPublishingCo.,Inc,1982)
  1. Ciri-Ciri Umum

Perkembangan kognitif mempunyai ciri-ciri yang membedakannya dengan perkembangan lain diantaranya bersifat kuantitatif, perubahannya linier dalam suatu tahap dan adanya perubahan kualitatif melintasi 4 tahapan utama, yaitu:

  1. Sensorimotor (0 – 2 tahun): ciri-cirinya adalah dunianya terbatas pada saat sekarang dan disini, belum mengenal bahasa, dan belum memiliki pikiran pada masa-masa awal.
  2. Pra-operasional (2 – 7 tahun): ciri-cirinya adalah Pikirannya bersifat egosentris, pemikirannya didominasi oleh persepsi, intuisinya lebih mendominasi dari pada pikiran logisnya, dan belum memiliki kemampuan konservasi.
  3. Operasional konkret (7 – 11 tahun): ciri-cirinya adalah memiliki kemampuan konservasi, kemampuan mengklasifikasi dan menghubungkan, pemahaman tentang angka, mampu berpikir konkret, dan memiliki perkembangan pikiran tentang reversibilitas.
  4. Operasional formal (11 tahun ke atas): ciri-cirinya adalah Pikirannya bersifat umum dan menyeluruh, mampu berpikir proposional, mampu membuat hipotesis, dan perkembangan idealismenya semakin kuat

.

  • Ciri-Ciri Khusus

Ciri- ciri khusus yang dimaksud dalam perkembangan belajar motorik adalah ciri-ciri yang lebih banyak dilihat dari kemampuan penugasan kordinasi. Sedangkan ciri-ciri lain seperti kemampuan kondisi merupaan ciri-ciri yang melengkapi. Maka fase belajar tingkat petama atau tahap kognitif  memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Struktur Dasar Gerakan

Struktur dasar gerakan tersebut dipelihatkan dalam suatu pelaksanaan masih dalam gerakan  yang kasar, misalnya Dalam pelaksanaan gerakan lay-up atau langkah tiga pada permainan bola basket. Struktur langkahnya sudah benar tetapi pelaksanaan gerakan secara keseluruhan masih belum lancar.

  • Irama Gerakan

Penguasaan irama gerakan bagi individu ini sangat belum sempurna. Dalam hal ini dapat dicontohkan dalam cabang olahraga renang. Irama-irama gerakan tangan dan kaki masih masih belom terkoordinasi dengan baik, bahkan terlihat tidak beraturan. Contoh lain yaitu pada olahraga lari gawang ini irama dapat dilihat secara nyata. Gerakan yang dilakukan pada saat belajar terlihat tertunda-tunda, terutama pada saat melompat gawang. Bahkan pada saat peserta didik anak melompat gawang sering kali menghentikan gerakannya. Dikarenakan langkah terakhir pada saat melompat terlalu kecil atau terlalu besar.

Irama gerak yang belum terkoordinasi pada contoh-contoh yang telah dikemukakan diatas disebabkan antara lain oleh :

  1. Belum memliliki pengalaman dan simpang motorik yang relevan dengan gerakan-gerakan yang sedang dipelajari
  2. Belum memiliki antisipasi gerakan dengan baik. Dengan pengertian lain bahwa peserta didik belum dapat mengantisipasi gerakan berikutnyayang harus dilakukan.
  3. Belum dapat mengatur dan mengendalikan implus tenaga sesuai dengan kebutuhan otot-otot yang bekerja . Akibatnya dapat kita lihat dari bagian-bagian gerakan yang kadang dilakukan dengan tenaga yang berlebihan atau tenaga yang tidak mencukupi.
  4. Hubungan Gerakan

Kemampuan hubungan gerakan yang dimiliki oleh individu ini sangat tidak sempurna. Dapat dilihat dari pelaksanaan gerakan secara keseluruhan. Hubungan dari bagian-bagian gerakan dari satu anggota tubuh ke anggota tubuh lain belum terkoordinasi dengan baik. Misalnya dalam lompat tinggi sering terlihat bahwa transfer gerakan-gerakan kaki, tangan dan badan tidak sinkron satu dengan yang lainnya. Transfer yang tidak sinkron ini dimaksudkan dengan gerakan yang tidak saling menunjang satu sama lain. Gerakan yang menunjang satu dengan yang lain maksudnya adalah ketepatan atau kesesuaian waktu.

  • Luas Gerakan

Luas gerakan dapat diartikan sebagai besarnya ruangan yang terpakai oleh bagian tubuh secara keseluruhan dalam pelaksanaan gerak. Misalnya luas gerakan yang terpakai oleh gerakan kaki pada saat berjalan atau berlari atau besarnya gerakan yang terpakai oleh gerakan tangan pada tenang gaya dada.

Pada fase pertama ini luas gerakan yang terpakai dalam pelaksanaan gerak belum konstan hal ini bukan disebabkan oleh kemampuan peserta didik dalam penyesuaian menurut kebutuhan, melainkan disebabkan kemampuan koordinasinya yang memang masih belum terbentuk. Oleh karenanya dalam pelaksanaan gerakan-gerakan terlihat luas gerakan yang terpakai kadang cukup besar dan kadang kecil.

  • Kelancaran gerakan

Pengertian lain dari kelancaran gerakan adalah aliran gerakan secara sederhana, kelancaran gerakan dapat diartikan sebagai kontinuitas jalannya suatu gerakan. Aliran gerakan yang ditampilkan masih belum lancar, yaitu masih tersendat-sendat. Contoh sederhana misalnya dalam lompat jauh, antara gerakan awalan dan menolak yang sering tersendat-sendat atau tertunda-tunda pada saat akan melakukan tolakan pada saat akan melakukan tolakan pada balok tolakan. Kurangnya kecepatan dan percepatan tersebut disebabkan karena pengaruh impuls/tenaga yang diberikan.

  • Kecepatan Gerakan

Individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama belum memiliki kecepatan gerakan yang baik yaitu masih bersifat lamban dan kaku.

  • Ketepatan dan Kekonstanan Gerakan

Kekonstanan gerakan yang dimiliki oleh individu yang berada pada fase tingkat pertama ini boleh dikatakan tidak ada karena kemampuan yang dimiliki belum stabil atau belum dapat diukur.

  • Bayangan gerakan

Ciri-ciri lain dari fase belajar motorik tingkat pertama adalah bayangan gerakan yang masih belum sempurna (bayangan gerakan adalah : Bentuk konstruksi suatu gerakan yang berhasil dibangun oleh seseorang dalam pikirannya, berdasarkan informasi/instruksi yang diterima dan yang dapat diolahnya). Bayangan gerakan yang berhasil dibangun oleh individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama masih kurang lengkap. Ketidak-lengkapan tersebut dapat diakibatkan oleh berbagai faktor antara lain :

  1. Ketidaklengkapan informasi yang diberikan oleh guru tentang bentuk dan sifat gerakan yang akan dilakukan.
  2. Tidak mengertinya peserta didik terhadap informasi-informasi tertentu. Misalnya istilah-istilah yang digunakan.
  3. Kurangnya pengalaman gerakan yang dimiliki oleh peserta didik.
  4. Salah mengerti terhadap informasi yang diberikan. Faktor-faktor di atas adalah faktor-faktor yang sering merupakan penyebab terjadinya ketidak-lengkapan konstruksi gerakan yang dapat dibangun oleh peserta didik. Akibat ketidak-lengkapan bayangan yang dikonstruksi, maka sering terjadi kesalahan-kesalahan di dalam pelaksanaan gerakan.
  5. Program gerakan

Program gerakan adalah rencana gerakan yang akan dilakukan oleh individu. Program gerakan meliputi : sistematika urutan gerakan, bentuk-bentuk gerakan, kekuatan dan kecepatan gerakan, pengaturan dan pengendalian pemberiann impuls-impuls tenaga kepada otot-otot yang bekerja dalam pelaksanaan gerakan yang dilakukan.  Artinya program gerakan baru memuat komponen-komponen gerakan yang bersifat umum atau yang penting-penting saja dan belum terperinci.

  • Ciri-ciri kemampuan penerimaan dan pengolahan informasi fase belajar tingkat pertama

Ciri lain dari fase belajar tingkat pertama juga dapat dilihat dari aspek penerimaan dan pengelolaan informasi. Dalam pelaksanaan aksi-aksi motorik atau gerakan-gerakan  olahraga ada lima indera penerimaan informasi yaitu : visual (pengelihatan), akustik (penalaran), taktil (kulit), kinestetik (otot), dan ventribular (alat keseimbangan).

Kelima indra penerimaan informasi ini tidak hanya berperan dalam penerimaan informasi tentang apa dan bagaimana suatu gerakan harus dilaksanakaan,tetapi juga berpedan dalam penerimaan feedback. Feedback yang dimaksut adalah tentang gerakan yang sedang berlangsung. Misalnya ,apakah kekuatan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu bentuk gerakan sudah cukup ,kurang atau berlebih dapat dirasakan oleh otot. Otot-otot sebagai ala analisis melapor ke pusat susunan saraf. Informasi ini akan diolah oleh pusat susunan saraf yang kemudian memberikan perintah untuk penambahan atau pengurangan kekuatan. Berdasarkan feedback ini dapat dilakukan pengendalian dan pengaturan gerakan-gerakan yang sedang dilakukan. Misalnya pengaturan tentang implus-implus kekuatan ,pengaturan dan pengendalian arah gerak dan sebagian nya.

Individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama,belum memiliki kemampuan yang baik dalam penerimaan dan pengolahan informasi. Akibatnya ,sangat sedikit sekali terjadinya pengendalian dan peraturan terhadap kesalahan-kesalahan gerakan yang terjadi.

Pada fase belajar tingkat pertama ini,alat analisis yang sangat dominan dalam penerimaan informasi adalah mata. Sedangkan alat analisis informasi yang lain belum berperan dengan baik. Oleh karenanya,dalam memberikan informasi tetang apa dan bagaimana gerakanyang akan dilakukan sebaiknya selalu diiringi dengan contoh-contoh melalui demonstrasi gerakan. Pemberian informasi tentang bentuk-bentuk gerakan yang akan dilakukan dengan segala aspeknya,belum banyak membantu peserta didik. Hal ini disebabkan karena pemberian informasi secara verbal bagi individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama merupakan suatu gerak yang abstrak. Sedangkan mereka belum memiliki pengalaman gerak. Oleh karenanya merupakan suatu yang sangat membantu peserta didik, bila guru menerangkan bentuk-bentuk gerakan yang akan dilakukan tidak hanya secara verbal, tetapi juga diiringi dengan demonstrasi bentuk gerakan yang akan dilakukan.

  • Implikasi ciri-ciri fase belajar motorik tingkat pertama ke dalam proses pembelajaran

Dengan mengetahui perkembangan kognitif anak, maka dalam pembelajaran dapat diterapkan hal-hal sebagai berikut. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak

  1. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
  2. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
  3. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
  4. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
  5. Memfokuskan pada proses berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada produknya. Di samping kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban tersebut.
  6. Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegaiatan pembelajaran. Dalam kelas Piaget penyajian materi jadi (ready made) tidak diberi penekanan, dan anak-anak didorong untuk menemukan untuk dirinya sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan.
  7. Tidak menekankan pada praktek – praktek yang diarahkan untuk menjadikan anak-anak seperti orang dewasa dalam pemikirannya.
  8. Penerimaan terhadap perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan, teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh anak berkembang melalui urutan perkembangan yang sama namun mereka memperolehnya dengan kecepatan yang berbeda.

Menurut Brunner, impilkasi perkembangan kognitif dalam pembelajaran sebagai berikut.

  1. Anak memiliki cara berpikir yang berbeda dengan orang dewasa. Guru perlu memperlihatkan fenomena atau masalah kepada anak. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan wawancara atau pengamatan terhadap objek.
  2. Anak, terutama pada pendidikan anak usia dini dana anak SD kelas rendah, akan belajar dengan baik apabila mereka memanipulasi objek yang dipelajari, misalnya dengan melihat, merasakan, mencium, dan sebagainya. Pendekatan pembelajaran diskoveri atau pendekatan pembelajaran induktif lainnya akan lebih efektif dalam proses pembelajaran.
  3. Pengalaman baru yang berinteraksi dengan struktur kognitif dapat menarik minat dan mengembangkan pemahaman anak. Oleh karena itu, pengalaman baru yang dipelajari anak harus sesuai dengan pengetahuan yang telah dimiliki anak.

Dalam pembelajaran, Bruner menggunakan cara belajar discovery learning (belajar penemuan) yang digagas sesuai dengan pencarian pengetahuan atau ilmu secara aktif yang dilakukan oleh si pembelajar atau siswa. Hasilnya adalah apa yang ditemukan akan memberikan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi si pembelajar. Dengan menerapkan cara belajar discovery learning akan memberikan tiga manfaat besar bagi si pembelajar atau siswa, antara lain:

  1. Pengetahuan yang diperoleh akan dapat bertahan lama dan lebih mudah diingat dengan dibandingkan dengan cara belajar mendengarkan.
    1. Hasil belajar yang didapat mempunyai efek ftransfer yang lebih baik dari hasil belajar lainnya.
    1. Dengan belajar menggunakan metode discovery learning, nalar si pembelajar akan aktif bekerja dan memiliki peningkatan. Hal ini terjadi karena si pembelajar dituntut berpikir secara bebas.

Dengan demikian, cara belajar Bruner dalam bingkai kognitif melibatkan tiga proses yang bersama. Pertama, memperoleh informasi baru, artinya adanya penghalusan dan penambahan dari informasi yang dimiliki seseorang sebelumnya. Kedua, transformasi informasi, artinya cara yang dilakukan oleh seseorang dalam menerapkan pengetahuan barunya yang sesuai dengan tugasnya. Ketiga, menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Di sini adanya penilaian mengenai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan sudah cocok dengan tugas yang ada.

E. Kesimpulan

Perkembangan adalah produk dari proses biologis, kognitif, dan sosioemosional, yang sering kali saling terkait. Periode perkembangan mencakup bayi, anak-anak awal, menengah dan akhir, remaja, dan dewasa awal. Jean Piaget dalam teorinya menyatakan perkembangan kognitif terjadi dalam urutan empat tahap, yaitu sensori motor (dari kelahiran hingga usia 2 tahun), pra-operasional (3-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun), dan operasional formal (11-15 tahun). Pada masing-masing tahap mengalami kemajuan secara kualitatif. Lain halnya dengan Bruner, perkembangan kognitif seseorang ditandai oleh meningkatnya variasi respon terhadap stimulus. Perkembangan kognitif seseorang berkembang dari tahap enaktif ke ikonik dan pada akhirnya ke simbolik.

Melalui pandangan ahli tersebut, tenaga pendidik dalam menyiapkan atau merancang kegiatan pembelajaran disesuiakan dengan perkembangan kognitif peserta didik sehingga pelaksanaan pembelajaran yang diberikan sesuia dengan “apa maunya peserta didik bukan apa maunya pendidik”. Dengan mengenal perkembangan kognitif peserta didik, bahan ajar dan contoh-contoh yang disiapkan akan membantu peserta didik untuk memahami dan mencerna sesuai dengan pengalaman mereka. Di samping itu, penggunaan metode yang tepat akan membantu peserta didik untuk aktif dalam memberikan gagasan-gagasan yang inovatif dan kreatif. Jika pendidik tidak memahami dan mengenal perkembangan peserta didik maka pembelajaran yang sajikan merupakan sebuah kesalahan yang sangat fatal karena telah menghambat perkembangan peserta didik, baik dari segi intelegensi, spiritual maupun emosinal peserta didik.

Pada tahap kognitif ini indera yang paling dominan adalah indra penglihatan (mata). Sehingga memberi contoh dengan demonstrasi gerakan akan sangat membantu anak dalam memahami gerakan. Hal tersebut dikarenakan pada tingkat pertama anak cenderung belum memiliki kemampuan yang baik dalam penerimaan dan pengolahan informasi sehingga akan sulit dipahami jika anak diberi penjelasan secara verbal. Contoh dalam olahraga yakni ketika guru menjelaskan kepada anak didik cara melakukan lay up pada bola basket.

Sumber :

http://www.kompasiana.com/razafpari/ciri-ciri-perkembangan-kognitif-sepanjang-kehidupan_54f3aa49745513902b6c7c1d

http://www.hiithighintensityintervaltraining.ga/2016/10/tahapan-belajar-keterampilan-gerak-fase-kognitif.html

DR. PHIL. YANUAR KIRAM. 1992. BELAJAR MOTORIK : DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI PROYEK PEMBINAAN TENAGA KEPENDIDIKAN.

SEJARAH PERMAINAN BOLA VOLI DI DUNIA DAN DI INDONESIA

SEJARAH PERMAINAN BOLA VOLI DI DUNIA

Pada awalnya permainan Bola Voli diberi nama Mintonette. Olahraga Mintonette ditemukan oleh William G. Morgan pada tanggal 9 Februari 1895 di Holyoke, Amerika Serikat. Ia adalah seorang instruktur/pembina pendidikan jasmani (Director of Phsycal Education) di Young Men Christain Association (YMCA).

Perubahan nama Mintonette menjadi Volley Ball (Bola Voli) terjadi pada tahun 1896 pada demonstrasi pertamanya di International YMCA Training School.

Berkat perkembangan permainan Bola Voli yang cukup pesat maka YMCA mulai mengadakan kejuaraan Bola Voli secara nasional, lalu permainan Bola Voli menyebar keseluruh penjuru dunia. Pada tahun 1974, pertama kali permainan Bola Voli mengadakan sebuah pertandingan di Polandia dengan peserta yang lumayan banyak.

Kemudian, pada tahun 1984 didirikan sebuah Federasi Bola Voli Internasional atau International Voli Ball Federation (IVBF) yang pada saat itu beranggotakan 15 negara dan berkedudukan di Paris, Perancis. Organisasi ini menjadi induk dari permainan Bola Voli internasional.

William G. Morgan dilahirkan di Lockport, New York pada tahun 1870, dan meninggal pada tahun 1942. YMCA (Young Men’s Christian Association) merupakan sebuah organisasi yang didedikasikan untuk mengajarkan ajaran-ajaran pokok umat Kristen kepada para pemuda, seperti yang telah diajarkan oleh Yesus. Organisasi ini didirikan pada tanggal 6 Juni 1884 di London, Inggris oleh George William. Setelah bertemu dengan James Naismith (seorang pencipta olahraga bola basket yang lahir pada tanggal 6 November 1861, dan meninggal pada tanggal 28 November 1939), Morgan menciptakan sebuah olahraga baru yang bernama Mintonette.

Sama halnya dengan James Naismith, William G. Morgan juga mendedikasikan hidupnya sebagai seorang instruktur pendidikan jasmani. William G. Morgan yang juga merupakan lulusan Springfield College of YMCA , menciptakan permainan Mintonette ini empat tahun setelah diciptakannya olahraga permainan basketball oleh James Naismith. Olahraga permainan Mintonette sebenarnya merupakan sebuah permainan yang diciptakan dengan mengkombinasikan beberapa jenis permainan. Tepatnya, permainan Mintonette diciptakan dengan mengadopsi empat macam karakter olahraga permainan menjadi satu, yaitu bola basket, baseball, tenis, dan yang terakhir adalah bola tangan (handball). Pada awalnya, permainan ini diciptakan khusus bagi anggota YMCA yang sudah tidak berusia muda lagi, sehingga permainan ini-pun dibuat tidak seaktif permainan bola basket.

Perubahan nama Mintonette menjadi volleyball (bola voli) terjadi pada pada tahun 1896, pada demonstrasi pertandingan pertamanya di International YMCA Training School. Pada awal tahun 1896 tersebut, Dr. Luther Halsey Gulick (Director of the Professional Physical Education Training School sekaligus sebagai Executive Director of Department of Physical Education of the International Committee of YMCA) mengundang dan meminta Morgan untuk mendemonstrasikan permainan baru yang telah ia ciptakan di stadion kampus yang baru. Pada sebuah konferensi yang bertempat di kampus YMCA, Springfield tersebut juga dihadiri oleh seluruh instruktur pendidikan jasmani. Dalam kesempatan tersebut, Morgan membawa dua tim yang pada masing-masing tim beranggotakan lima orang.

Sekarang udah tahu kan apa itu sebenarnya Voli. nah dari itu tidak ada salahnya kita mengetahui juga seluk beluk permainan Bola Voli di Indonesia itu gimana?, Di indonesia sendiri bola voli mulai berkembang pesat pada tahun 1962, saat menjelang ASEAN GAMES IV tahun 1962 dan Geneto 1 tahun 1963 di jakarta. udah pada tahu belum induk organisasi bola voli di indonesia?…nih sedikit informasi bahwa induk organisasi permainan bola voli sendiri di indonesia di kenal dengan PBVSI ( persatuan bola voli seluruh indonesia ) yang didirikan pada tanggal 22 Januari 1955 di Jakarta bersamaan berlangsungnya kejuaraan nasional bola voli yang pertama.

Peraturan Bola voli awalnya tidak ditentukan berapapun jumlah pemain dalam satu timnya. Pada tahun 1986 nama permainan ini diubah menjadi VolleyBall oleh AL Fred T. Halstead, yang telah menyaksikan permainan ini, menganggap bahwa volly ball lebih sesuai menjadi nama permainan ini, mengingat ciri permainan ini dimainkan dengan melambungkan bola sebelum bola tersebut menyentuh tanah.

Sejak itu bola voli tidak hanya dimainkan dilapangan tertutup tetapi juga dilapangan terbuka, dihalaman-halaman sekolah, ditepi pantai dan ditempat terbuka lainya. Permainan ini mulai popular baik dikalangan muda maupun tua, karena tidak memerlukan lapangan yang terlalu luas dan harganya pun relatif lebih murah serta dapat dimainkan oleh banyak orang sekaligus bersama-sama.

Berikut ini disampaikan perubahan-perubahan peraturan permainan bola voli secara garis besar dari tahun ke tahun sebagai berikut :

  • Tahun 1912 diberlakukan sistem rotasi.
  • Tahun 1917 sistem 21 poin diganti sistem 15 poin.
  • Tahun 1918 tim ditetapkan hanya enam orang yang berada dalam satu regu dan tinggi net adalah 8 feet (2,43 meter)
  • Tahun 1921 ditetapkan garis tengah dibawah net.
  • Tahun 1922 setiap regu diperbolehkan memainkan bola masing-masing hanya tiga kali kemudian harus diseberangkan kedaerah lawan.
  • Tahun 1990 sistem poin mulai berlaku dengan 21 poin untuk satu set.

SEJARAH PERMAINAN BOLA VOLI DI INDONESIA

  • Indonesia mengenal permainan bola voli sejak tahun 1982 pada zaman penjajahan Belanda. Guru-guru pendidikan jasmani didatangkan dari Negeri Belanda untuk mengembangkan olahraga umumnya dan bola voli khususnya.Di samping guru-guru pendidikan jasmani, tentara Belanda banyak andilnya dalam pengembangan permainan bola voli di Indonesia, terutama dengan bermain di asrama-asrama, dilapangan terbuka dan mengadakan pertandingan antar kompeni-kompeni Belanda sendiri. Permainan bola voli di Indonesia sangat pesat di seluruh lapisan mayarakat, sehingga timbul klub-klub di kota besar di seluruh Indonesia. Dengan dasar itulah maka pada tanggal 22 januari 1955 PBVSI (persatuan bola voli seluruh indonesia) didirikan di Jakarta bersamaan dengan kejuaraan nasional yang pertama.
  •              PBVSI sejak itu aktif mengembangkan kegiatan-kegiatan baik ke dalm maupun ke luar negeri sampai sekarang. Perkembangan permainan bola voli sangat menonjol saat menjelang Asian Games IV 1962 dan Ganefo I 1963 di Jakarta, baik untuk pria maupun untukwanitanya. Pertandingan bola voli masuk acara resmi dalam PON II 1951 di Jakarta dan POM I di Yogyakarta tahun 1951. setelah tahun 1962 perkembangan bnola voli seperti jamur tumbuh di musim hujan banyaknya klub-klub bola voli di seluruh pelosok tanah air.Hal ini terbukti pula dengan data-data peserta pertandingan dalam kejuaran nasional. PON dan pesta-pesta olahraga lain, di mana angka menunjukkan peningkatan jumlahnya. Boleh dikatakan sampai saat ini permainan bola voli di Indonesia menduduki tempat ketiga setelah sepak bola dan bulu tangkis.Untuk pertama kalinya dalam sejarah perbolavolian Indonesia, PBVSI telah dapat mengirimkan tim bola voli yunior Indonesia ke kejuaraan Dunia di Athena Yunani yang berlangsung dari tanggal 3-12 september 1989.

Daftar pustaka

http://nekamulyanti.blogspot.co.id/2012/02/sejarah-permainan-bola-voli-di.html

http://teknikdasarbolavoliz.blogspot.co.id/2015/03/sejarah-permainan-bola-voli-di-dunia.html

http://nekamulyanti.blogspot.co.id/2012/02/sejarah-permainan-bola-voli-di.html

KEARIFAN LOKAL DALAM ERA GLOBALISASI

Pengertian Kearifan lokal

 suatu bentuk kearifan lingkungan yang ada dalam kehidupan bermasyarakat di suatu tempat atau daerah. Jadi merujuk pada lokalitas dan komunitas tertentu. Menurut Putu Oka Ngakan dalam Andi M. Akhmar dan Syarifudin (2007) kearifan lokal merupakan tata nilai atau perilaku hidup masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan tempatnya hidup secara arif. Maka dari itu kearifan lokal tidaklah sama pada tempat dan waktu yang berbeda dan suku yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidupnya berbeda-beda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial. Sebagai salah satu bentuk perilaku manusia, kearifan lokal bukanlah suatu hal yang statis melainkan berubah sejalan dengan waktu, tergantung dari tatanan dan ikatan sosial budaya yang ada di masyarakat. Sementara itu Keraf (2002) menegaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari generasi ke generasi sekaligus membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia, alam maupun gaib.

Selanjutnya Francis Wahono (2005) menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah kepandaian dan strategi-strategi pengelolaan alam semesta dalam menjaga keseimbangan ekologis yang sudah berabad-abad teruji oleh berbagai bencana dan kendala serta keteledoran manusia. Kearifan lokal tidak hanya berhenti pada etika, tetapi sampai pada norma dan tindakan dan tingkah laku, sehingga kearifan lokal dapat menjadi seperti religi yang memedomani manusia dalam bersikap dan bertindak, baik dalam konteks kehidupan sehari-hari maupun menentukan peradaban manusia yang lebih jauh. Adanya gaya hidup yang konsumtif dapat mengikis norma-norma kearifan lokal di masyarakat. Untuk menghindari hal tersebut maka norma-norma yang sudah berlaku di suatu masyarakat yang sifatnya turun menurun dan berhubungan erat dengan kelestarian lingkungannya perlu dilestarikan yaitu kearifan lokal. Pengertian pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan mengacu pada UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang berbunyi Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.

Pengertian Globalisasi

Kata globalisasi sebenarnya merupakan serapan dari bahasa asing yaitu bahasa Inggris globalization . Kata globalization sendiri sebenarnya berasal dari kata global yang berarti universal yang mendapat imbuhan -lization yang bias dimaknai sebagai proses. Jadi dari asal mula katanya, globalisasi bisa diartikan sebagai proses penyebaran unsur-unsur baru baik berupa informasi, pemikiran, gaya hidup maupun teknologi secara mendunia. Globalisasi diartikan sebagai suatu proses dimana bata- batas suatu negara menjadi semakin sempit karena kemudahan interaksi antara negara baik berupa pertukaran informasi, perdagangan, teknologi, gaya hidup dan bentuk- bentuk interaksi yang lain. Globalisasi juga bisa dimaknai sebagai proses dimana pengalaman kehidupan sehari-hari, ide-ide dan informasi menjadi standar di seluruh dunia. Proses tersebut diakibatkan oleh semakin canggihnya teknologi komunikasi dan transportasi serta kegiatan ekonomi yang merambah pasar dunia. Seperti dua mata koin yang berbeda, globalisasi menawarakan keuntungan yang sangat besar dalam kemajuan perekonomian suatu negara tapi disisi lain ada juga damapak negatif yang ditimbulkan seperti lunturnya budaya luhur karena seruban budaya baru dari luar.

Peranan Kearifan Lokal Di Era Globalisasi

Bangsa Indonesia siap tidak siap telah menyongsong era perdagangan bebas. Salah satu bentuk kerjasama perjanjian bebas yang dilakukan indonesia adalah bersama ASEAN. Ya kita telah sepakat menjadi sebuah entitas bersama regional ASEAN dengan ditandatanganinya kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean. MEA adalah sebuah konsekwensi logis adanya proses globalisasi. Globalisasi bukanlah kata yang asing bagi kita saat ini. Menurut Martin Albrown Globalisasi menyangkut seluruh proses dimana penduduk dunia terhubung ke dalam komunitas dunia tunggal, komunitas global. Manusia di Indonesia dapat terhubung dengan manusia lain di malaysia, amerika, inggris, dan negara lain tanpa ada batas jarak seperti dahulu. Globalisasi juga didukung oleh semakin majunya teknologi telekomunikasi. Globalisasi mendatangkan manfaat positif seperti semakin terbukanya akses informasi dari berbagai belahan dunia. Selain itu juga memudahkan komunikasi manusia. Selain dampak positif rupanya globalisasi juga membawa akibat buruk.

Akibat buruk Globalisasi meliputi

1. Informasi yang tak terkendali;

2. Timbulnya sikap yang kebarat-baratan;

3. Munculnya sikap individualisme;

4. Berkurang sikap solidaritas, gotong royong, kepedulian

dan kesetiakawanan; dan

5. Budaya bangsa akan terkikis.

Tentunya kita tidak menginginkan efek buruk globalisasi menerpa kita dan bangsa kita tercinta Indonesia. Bangsa kita akan kehilangan identitasnya sebagai bangsa yang berakhlak, bermoral, dan bermartabat di pergaulan internasional. Lalu bagaimanakah kita membendung atau setidaknya meminimalisir efek buruk globalisasi? Negara kita mempunyai warisan kekayaan budaya yang sangat banyak dan beragam. Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan budaya pasti memiliki spirit kebaikan dalam budayanya. Lihat bagaimana orang yang masih memegang adat istiadat di kampung. Mereka bukan ingin ketinggalan jaman tetapi justru mereka ingin selamat dari terpaan globalisasi dengan memegang teguh nilai-nilai baik dalam budayanya. Budaya dalam masyarakat adalah nilai yang diwariskan secara turun temurun. Budaya yang ada saat ini adalah hasil pemikiran positif orang terdahulu sebelum kita. Budaya memiliki nilai luhur yang terwujud dalam aturan, laku, dan perbuatan. Eksistensi budaya dan keragaman nilai-nilai luhur kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan sarana dalam membangun karakter warga negara. Namun sudahkah nilai budaya kita membangun karakter bangsa kita? Sudahkah nilai-nilai positif dalam masyarakat kita praktek kan dalam kehidupan sehari-hari?

Kita mengenal adanya kearifan lokal atau local genius/local wisdom. Kearifan lokal adalah segala sesuatu yang baik yang ada dan hidup di dalam pergaulan masyarakat lokal. Kearifan lokal tidak hanya dalam tataran ide tetapi juga muncul dalam nilai, norma, keyakinan, adat, dan kepercayaan masyarakat. Akibat buruk globalisasi yang paling dirasakan adalah masuknya budaya asing yang kebablasan. Budaya asing tidak sepenuhnya salah dan kita tidak bisa bersikap menolak semua budaya asing yang baru atau xenophobia. Sebagai bangsa kita memiliki filter yakni nilai-nilai yang hidup di dalam kearifan lokal. Setiap kebudayaan yang ada di indonesia pasti mempunyai mekanisme internal untuk meredam pengaruh budaya asing yang kebablasan. Kita dapat melihat makin maraknya sex bebas, penyalahgunaan narkotika, kenakalan remaja, sikap individualisme, dan lain sebagainya. Ini semua adalah pertanda bahwa bangsa ini telah kalah! Ya kalah terhadap gempuran globalisasi. Bukankah bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah? Dan sekarang kemana keramahan itu? Kita dapat menyaksikan betapa buas dan beringasnya anak bangsa ini. Bangsa kita terkenal suka membantu dan bergotong royong bukan? Lalu apakah sekarang budaya gotong royong masih ada? Ya masih ada namum perlahan terkikis oleh sikap individualistis masyarakat. Ini artinya kita telah takluk terhadap budaya asing dan kehilangan jati diri kita sebagai bangsa. Haryati Soebadio mengatakan bahwa kearifan lokal sebagai cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. Dari penjelasan beliau mestinya dapat menjadikan sebuat bahan renungan bagi kita semua. Mau dikemanakan arah bangsa ini? Apakah akan hanyut dalam gempuran globalisasi atau bangsa kita akan bertahan dan mampu beradaptasi dengan serbuan kebudayaan asing yang masuk melalui globalisasi. Bagaimana kita mengetahui kearifan lokal terbaik untuk menangkal akibat buruk globalisasi? Kita dapat merujuk dasar negara kita Pancasila. Pancasila merupakan landasan filosofis (filosofical grundslaag) negara kita. Perumusan pancasila berasal dari nilai-nilai luhur kearifan lokal di indonesia. Sikap berketuhanan, kemanusiaan, persatuan, keadilan, dan musyawarah yang ditampilkan bangsa ini melalui pancasila.

Lalu bagaimana kita dapat menemukan kearifan lokal dalam kehidupan kita? Jawabannya adalah dengan melihat nilai norma yang berlaku serta kebiasaan baik yang dilakukan orang disekitar kita. Terkadang kita terlalu abstrak untuk mencari solusi yang ternyata jutru ada di depan mata kita. Norma kesopanan dan kesusilaan yang berlaku harus ditegakkan untuk menjaga bangsa kita dari kehancuran. Sudah waktunya kita kuatkan kembali karakter bangsa kita melalui pelaksanaan nilai kearifan lokal. Kearifan lokal jangan hanya dijadikan slogan saja. Tetapi harus bisa dijiwai dan dimaknai dalam setiap perbuatan kita. Bangsa yang tangguh adalah bangsa yang mampu bertahan di era global. Kearifan lokal dapat menjadi obat penawar rusaknya moral sebagian anak bangsa.

Globalisasi Kebudayaan

Globalisasi mempengaruhi hampir semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan. Globalisasi sebagai sebuah gejala tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah terlihat semenjak lama.

Namun, perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi. Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi kebudayaan, seperti:

Ø  Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.

Ø  Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.

Ø  Berkembangnya turisme dan pariwisata.

Ø  Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.

Ø  Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.

Ø  Bertambah banyaknya event-event berskala global

  Pengaruh globalisasi terhadap kearifan lokal

Suatu kenyataan yang sudah dinikmati manusia di era globalisasi adalah kemakmuran, kemudahan dan kenyamanan. Namun demikian era yang serba mudah dan nyaman menimbulkan pengaruh positif dan juga hal negatif yang akan mengancam dan sulit untuk dihindari. Globalisasi menyebabkan terpengaruhnya segala aspek kehidupan, misalnya sistem ekonomi, budaya dan lingkungan hidup manusia.

Globalisasi juga berdampak terhadap sosial budaya masyarakat (kearifan lokal). Globalisasi telah mendorong terjadinya pergeseran atau perubahan terhadap sistem atau aturan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Perkembangan tekhnologi memiliki andil yang sangat besar dalam menggiring para remaja kearah dekandensi moral. Rusaknya mental dan akhlak remaja diakibatkan oleh gaya hidup yang kapitalis,materialistik dan individualistik.

Hal tersebut menyebabkan kearifan-kearifan yang berlaku dalam masyarakat mulai terkikis.  Masyarakat memiliki adat yang dikenal sebagai adat kedaerahan (kerifan lokal) yang merupakan symbol kebangsaan, namun saat ini, hampir tidak lagi makna yang berarti di era globalisasi, sehingga, kita sulit memberikan batasan-batasan yang jelas antara budaya lokal dan budaya barat.

Dampak Globalisasi terhadap kearifan lokal :

1. Pergeseran dan pergantian manusia; kehidupan gotong royong masyarakat perlahan mulai hilang tatkala globalisasi bersama perangkat teknologi membangun tembok interaksi masyarakat

2. Kebebasan terkekang; tanpa kendali nilai dan etika atas teknologi, individu dalam masyarakat dapat mengalami “pemasungan” kebebasan.

3. Krisis identitas; nilai sebuah sistem kebudayaan yang abstrack berupa aturan berpakaian dan bergaul secara sosial, tidak lagi jadi acuan.

4. Dan mentalitas instan (teknologi); kemudahan manusia dalam memperoleh pengetahuan atau memiliki sesuatu, rentan dengan aksi–aksi instan. Seperti plagiaris, dalam ilmu pengetahuan.

Contoh nyata dampak globalisasi adalah terkikisnya kesenian tayuban. Tayuban merupakan kesenian yang tradisional ,seni ini sangat dominan dengan tarian tarian penari yang sangat teratur dan para penabuh gendang yang mengiringi iramanya dengan serempak sehingga terciptanya kesenian yang sangat indah untuk disaksikan.Seni Tayuban mempunyai arti tersendiri yaitu Tayub,tayub menurut bahasa artinya “ditoto guyub” dan dalam seni ini sangat kental dalam pelaksanaanya,arti kental disini adalah dalam proses kesenian tayuban tidak pernah berubah sejak dulu hingga sekarang,jadi tidak ada perbedaan dalam proses pelaksanaannya tidak ada yang berbeda dari dulu.

Tayub dulunya bersifat sakral, dan “profan” atau yang religious, namun dari waktu kewaktu fungsi tayub ini semakin berubah fungsi karena pergesaran budaya dan perkembangan jaman. tari tayub dulu begitu terkenal dan menjadi tontonan rakyat. Pagelaran tari tayub biasanya dilaksanakan dalam pembukaan musim “giling tebu” dipabrik gula-pabrik gula  yang ada dipulau jawa atau biasa didaerah saya dikenal dengan istilah dalam bahasa jawanya “Bodho Pabrik” atau kalo diterjemahkan dalam bahasa indonesia adalah hari raya-nya atau perayaan untuk pabrik akan mulai giling tebu untuk memproduksi gula. Disitu para petinggi pabrik gula berpesta dengan meriah dan tayub dijadi tontonan untuk masyarakat.

Akan tetapi pada masa jaman penjajahan dulu ikut membawa pengaruh buruk dan penggambaran yang buruk dari pagelaran tari tayub ini. Budaya  Bangsa penjajah membawa budaya minum minuman keras dan juga menjadikan selir atau istri simpanan para penari tayub ini, sehingga membuat kesenian tari tayub ini menjadi semakin berkonotasi negatif atau penggambaran atau citra negatif dan pada akhirnya membuat kesenian tari tayub ini menjadi terpinggirkan dan semakin hari seiring dengan perkembangan jaman sudah tidak lagi diminati oleh masyarakat.

Namun, pada dasarnya dalam kesenian tayuban ini,sifat kekeluargaan dan persaudaraan sangat dijunjung tinggi, jadi salah satu manfaat dari kesenian ini adalah mempererat tali persaudaraan dan kekeluargaan. Biasanya kesenian Tayub akan dilaksanakan pada saat menerima tamu-tamu besar dan terhormat serta para wanita yang menjadi penari akan menyerahkan sampur atau selendang yang dikenakan atas petunjuk pengarih,para tamu akan menari bersama dengan para penari,Tamu ini disebut juga “ketiban sempur” yang berarti orang yang akan diserahi sampur oleh para penari wanita.

Namun,seiring perkembangan zaman dan arus globalisasi yang sangat deras ,kesenian ini mulai perlahan terkikis dari hati masyarakat,hanya orang tertentu saja yang masih meminati kesenian ini,karena seni Tayub sendiri sudah tergeser dengan budaya budaya asing dari luar negeri, seperti hip-hop, dance, dan kesenian lainnya.

Daftar pustaka

https://fatahilla.blogspot.com/2015/09/peranan-kearifan-lokal-di-era.html?m=1

lilawatyy95.blogspot.com/2013/01/penjelasan-tentang-kearifan-lokal.html?m=1

www.zonasiswa.com/2014/05/pengertian-globalisasi-lengkap.html,m=1

tugaskusmansa.blogspot.com/2015/11/pengaruh-globalisasi-terhadap-kearifan.html?m=1